Kelahiran |
0 Orang |
Kematian |
0 Orang |
Masuk |
0 Orang |
Pindah |
0 Orang |
Kelahiran |
0 Orang |
Kematian |
0 Orang |
Masuk |
0 Orang |
Pindah |
0 Orang |
13 Mei 2020 22:24:01 5.972 Kali
Budidaya hidroponik bukan hal baru di Indonesia. Kebanyakan komoditas yang dibudidayakan dengan cara hidroponik adalah sayur dan buah. Tapi untuk budidaya padi dengan cara hidroponik rasanya belum banyak.
Memang di negara-negara dengan teknologi pertanian yang sudah sangat maju, budidaya tersebut bukan hal baru. Seperti misalnya teknologi budidaya padi hidroponik di Tiongkok, Jepang, Israel, dan Eropa.
Di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, padi hidroponik bisa tumbuh subur dan sudah beberapa kali panen. Orang yang mengembangkannya bukan ilmuwan ternama dengan titel berderet. Dia hanya lelaki desa lulusan sekolah menengah kejuruan pertanian swasta, yang lahir dan besar dari keluarga petani.
“Bermula dari keinginan agar anak-anak Saya mau bertani. Karena mereka enggan diajak ke sawah, maka Saya mulai berpikir bagaimana caranya ‘membawa’ sawah ke halaman rumah,” ujar Basiri (46), pemilik lahan padi hidroponik itu.
Tapi karena tidak memiliki halaman yang cukup untuk dijadikan sawah, Basiri mulai berpikir bagaimana caranya menanam padi dengan cara hidroponik. Tahun 2014 suami dari Novita Mayasari itu mulai berekperimen untuk menanam padi tanpa tanah.
Tapi ternyata tidak mudah. Setelah Basiri mencoba beberapa kali, tidak berhasil juga. Memang awalnnya padi bisa tumbuh, tapi tidak bisa keluar malainya. Dicarinya referensi dari buku maupun internet berbahasa Indonesia, tapi Basiri tidak menemukan apa yang dicarinya.
Baru setelah mencari informasi dari situs berbahasa Inggris, lelaki kelahiran 5 Agustus itu mulai menemukan informasi yang diinginkannya selama ini. Basiri mengaku mendapatkan informasi pertanian organik di situs Amazone, beberapa situs dari Israel dan situs-situs dari negara di Eropa.
“Karena kebanyakan situs tersebut berbahasa Inggris, Saya dibantun oleh istri yang memang menguasainya. Setelah semua diterjemahkan, Saya mulai menghabiskan malam untuk mempelajarinya. Sehingga Saya tidur hanya beberapa jam sehari,” aku bapak tiga anak itu.
Awalnya Basiri mencoba menanam padi sebanyak 30 titik tanam tanam. Setelah hampir setahun, padinya tidak tumbuh dengan sempurna. Pada tahun berikutnya padi memang bisa tumbuh subur, tapi malainya tidak bisa keluar.
Meskipun beberapa kali gagal, Basiri tidak menyerah. Bertahun-tahun lamanya dia terus berekperimen dengan mengotak-atik volume dan komposisi pupuk. Hingga akhirnya dia berhasil membuat tanaman padinya panen dengan hasil yang optimal.
“Sebenarnya secara prinsip sederhana saja, dengan menggunakan paralon ukuran 4 inchi yang dilobangi dengan diamter 8 sentimeter untuk tempat gelas plastik. Jarak antar lobang sekitar 25 sentimeter. Gelas plastik yang saya gunakan adalah bekas minuman kemasan,” jelasnya.
Gelas plastik itu dipilih yang berwarna bening, dengan tinggi 12,5 sentimeter, dan diameter atas 8 sentimeter. Gelas plastik tersebut diberi lobang di bawahnya sebanyak 12 titik, dan diberi kain flanel.
“Di bawah instalasi tersebut dibuat kolam yang diisi ikan, yang hidupnya ditopang dengan tanaman padi di atasnya. Jadi air di kolam yang bercampur dengan kotoran ikan, dinaikkan dengan pompa melalui selang ke gelas plastik,” jelasnya.
Kain flanel berperan untuk memisahkan kotoran ikan yang mengandung hara, sedangkan air yang sudah bersih dikembalikan ke kolam lagi. Unsur hara itu nantinya berguna untuk pertumbuhan padi.
“Setelah gelas plastik diisi dengan bahan organik, kemudian dilakukan tanam benih langsung (tabela). Saat padi berumur tujuh hari dan diperkirakan akar sudah menerobos lobang di bawah gelas plastik, langsung dipindah ke instalasi,” ujarnya.
Untuk benih, Basiri menyampaikan bahwa pada dasarnya semua varietas bisa ditanam dengan menggunakan cara ini. Umur tanam hampir sama dengan budidaya padi konvensional, sekitar 80-90 hari. Yang membedakan, dengan cara tersebut justru berat gabah dalam satu rumpun bisa mencapai 1-2 ons, dengan bulir lebih bernas.
“Aromanya juga lebih gurih dan setelah menjadi nasi bisa tahan 2 hari tidak basi. Makan sedikit pun sudah terasa kenyang. Selain merasakan sendiri, hal ini juga disampaikan oleh para pelanggan yang sudah beberapa kali mengkonsumsinya,” papar Basiri.
Kendala yang dihadapi dalam budidaya ini adalah hama burung, ulat dan serangga. Untuk mengantisipasi hama burung, Basiri memasang jaring ketika padinya sudah mulai tumbuh malai. Untuk ulat dan serangga, dia mengunakan refugia (tanaman penghalang), dan dengan cara manual.
“Hasil panen dijual dan selebihnya dikonsumsi sendiri. Untuk 3 ribu helas, setiap panen Saya bisa mendapatkan 320 kilogram. Sebagian dikonsumsi sendiri, selebihnya dijual. Dalam setahun Saya bisa panen sebanyak 4 kali,” katanya.
Selain dari sekitar Malang, konsumennya juga dari Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Untuk harga, Basiri mematok Rp.20 ribu per kilogram, sekitar dua kali lipat dari harga beras konvensional.
Sejak mengunggah aktivitasnya di YouTube, tamu yang datang mengunjungi rumahnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan juga pernah dikunjungi tamu dari luar negeri, seperti Thailand dan India. Mereka berasal dari kalangan akademisi, instansi pemerintah, dan masyarakat umum.
“Mereka penasaran, kenapa padi yang saya tanam bisa tumbuh dan bisa panen di dalam media satu gelas dengan volume 80 gram. Kata mereka cara ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Dan ini Saya sudah saya patenkan juga,” akunya.
Tahun 2017 Basiri mengajukan hak paten, atas saran dari para akademisi yang pernah mengunjunginya. Mereka mengkhawatirkan jika cara ini dijiplak orang. Di pengajuan hak paten menggunakan nama “Padi Hidroponik Organik Basiri”, tapi dia lebih suka menyingkatnya dengan “Padi Hidroganik”.
“Ke depan Saya ingin menyempurnakan lagi, agar lebih efisien, lebih murah, dan produktivitasnya lebih tinggi. Saat ini kan yang sudah jalan sebanyak 3 ribu gelas, dan sedang berkembang menjadi 4 ribu gelas. Lahan yang dibutuhkan hanya sekitar 500 meter persegi saja,” ungkapnya.
Ilmu yang didapatnya tidak digunakan sendiri. Selain membaginya dengan anak-anak muda di desanya, menjadi tempat magang siswa sekolah menengah kejuruan pertanian, dia juga menjadi ‘dosen terbang’ di perguruan tinggi negeri dan swasta di Malang. (Made Wirya).
Pada artikel ini
Untuk artikel ini
Untuk mendapatkan kode PIN Anda atau Silahkan datang ke Kantor Desa untuk mendaftar langsung.
Hari ini | : | 1.841 |
Kemarin | : | 2.697 |
Total Pengunjung | : | 2.298.736 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 18.97.14.86 |
Browser | : | Tidak ditemukan |
Realisasi | Anggaran
Realisasi | Anggaran
Realisasi | Anggaran